Kata citizen journalism sudah sering terdengar akhir-akhir ini. Citizen journalism menempatkan masyarakat menjadi objek sekaligus subjek dari sebuah berita. Banyak yang memang baru mendengar tentang ini dan menganggap hal ini merupakan sesuatu yang baru. Namun, banyak pula yang telah mengetahui bahwa citizen journalism telah ada sejak lama. Sejak tahun 1980-an dikenal public journalism atau civic journalism, yaitu masalah bagaimana menjadikan jurnalisme bukan lagi suatu hal yang semata-mata dilakukan oleh para jurnalis.
Pada awalnya, citizen journalism merupakan “jalan keluar” bagi masyarakat yang bosan dengan berita-berita yang disampaikan di surat kabar. Seperti yang kita ketahui namun terkadang tidak menyadari, setiap manusia pasti memiliki naluri, entah naluri untuk melakukan apa. Salah satu naluri yang terdapat dalam diri manusia sejak berusia di bawah lima tahun (Balita) hingga dewasa adalah naluri untuk mengetahui dan memberitahukan tentang suatu hal. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan dan mencari informasi dari sumber lain sehingga lahirlah citizen journalism.
Pada Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak utuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memeroleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hal ini merupakan suatu pernyataan yang mencakup seluruh pernyataan tentang kebebasan seluas-luasnya dalam menggali dan menyebarluaskan informasi dengan menggunakan media apapun tanpa harus timbul kecemasan terhadap pembatasan dalam ”berekspresi.” Jadi, hal ini menegaskan bahwa citizen journalism sah saja dilakukan.
Citizen journalism semakin didukung dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju. Hal ini mau tidak mau, sadar tidak sadar, telah membuat masyarakat semakin haus dan semakin membutuhkan informasi yang cepat. Oleh karena itu, citizen journalism saat ini lebih dikenal dalam format elektronik melalui internet.
Contoh yang paling mudah saat ini untuk lebih mengenal tentang citizen journalism adalah blog. Blog, dibuat oleh dan diperuntukkan masyarakat. Lewat blog, seseorang atau masyarakat yang ingin menyalurkan aspirasi, opini, informasi, fakta, data, dan sebagainya, bisa dengan leluasa menyebarluaskannya. Blog ini juga bisa diakses oleh seseorang atau anggota masyarakat lain. Jadi, jika masyarakat yang ingin mengetahui tentang sesuatu hal, bisa mendapatkan informasi dari masyarakat lain yang bukan jurnalis sesungguhnya tetapi menginformasikan seolah-olah jurnalis. Tugas utama seorang jurnalis adalah memenuhi mandat masyarakat yang ingin memenuhi hasrat dan hak ingin tahunya. Maka, dalam citizen journalism ini, anggota masyarakat yang bukan berprofesi sebagai jurnalis bisa melakukan tugas jurnalis tersebut.
Citizen journalism internet ini sangat berkembang dengan pesat akhir-akhir ini. Banyak perusahaan surat kabar yang berkurang omzetnya sejak media internet mulai digandrungi. Selain biaya yang murah, aksesnya juga mudah dan cepat. Masyarakat juga lebih sedang menginformasikan sesuatu (menulis citizen journalism) melalui media internet karena selain mudah dan murah, juga mereka dapat menginformasikan dengan cepat karena kemungkinan informasi sampai kepada masyarakat lebih besar ketimbang lewat surat kabar. Mereka tidak perlu mengirimkan ke redaksi sebuah surat kabar, kemudian diedit, dan kalau diterima barulah beberapa hari kemudian diterbitkan.
Sesuai dengan pembukaan Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Jadi, dalam konteks citizen journalism, masyarakat berperan seolah-olah mereka adalah pers. Namun, mereka harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat dan harus memiliki tanggung jawab sosial, sesuai dengan bunyi pembukaan KEJ Indonesia. Jadi, mengenai masalah isi informasi dari citizen journalism, tetap harus mematuhi peraturan dan norma yang berlaku secara umum maupun di dunia jurnalisme profesional. Isi informasi tidak boleh mengandung unsur SARA, kekerasan, fitnah, berita bohong, berniat buruk dan sebagainya. Larangan-larangan itu juga terdapat dalam KEJ misalnya dalam Pasal 1 dan 4.
Untuk mengontrol hal tersebut, sebenarnya selain yang berkaitan dengan hukum, hal yang akan lebih berpengaruh adalah yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Artinya, kontrol dalam perwujudan citizen journalism ini, baik dari proses pengumpulan data, pemublikasian, hingga pascapublikasi, harus dikontrol oleh masyarakat sendiri. Pihak pembuat berita/penyebar informasi lah yang seharusnya paling memiliki kesadaran untuk hal ini. Hal yang cukup sering dilakukan dalam penulisan citizen journalism adalah plagiarisme. Seringkali, entah sengaja atau tidak, penulis citizen journalism tidak mencantumkan sumber kutipan jika ia mengutip dari blog atau situs lain. Hal ini jelas melanggar Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik. Namun, belum ada aturan hukum yang mutlak bagi para penulis citizen journalism. Jadi, kesadaran dari masing-masing warga masyarakat masih sangat dibutuhkan.
Adinda Arifiah, 210110080034
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment