Citizen Journalism : Bukan Media Massa Biasa

Abad 21 ini akan menjadi tantangan berat bagi media massa konvensional atas lahirnya jurnalisme baru yang sangat berbeda dengan jurnalisme terdahulu.
(Gillmor, penulis buku We the Media : Grassroot Journalism by the People for the People (2006) yang juga mantan kolumnis teknologi di San Jose Mercury News)

Saat ini kita sudah bisa melihat betapa semakin majunya perkembangan teknologi yang berimbas pada kehidupan jurnalisme. Tetapi, hal ini tidak semata-mata lahir dan tumbuh karena pengaruh teknologi tetapi juga pengaruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya di masyarakat.

Istilah Citizen Journalism di Indonesia berkembang sejak awal 1990-an sebagai bentuk jurnalisme. Saat itu, siaran-siaran radio yang berbasiskan komunitas menjadi pelopor lahirnya citizen journalism, yaitu lewat partisipasi aktif pendengar terhadap siaran berita. Media-media komunitas justru menjadi media alternatif yang diminati apabila media-media besar kurang menyoroti tentang sesuatu yang lebih dekat dengan khalayaknya.
Walaupun tidak diketahui secara pasti kehadiran citizen journalism, tetapi ia menjadi berkembang dan mempunyai beberapa nama, antara lain : parcipatory journalism, grassroot journalism, civic or public journalism, atau bahkan journalisme idol. Istilah-istilah tersebut walaupun memiliki representasi yang sama, tetapi bisa dimaknakan berbeda. Mengutip dari tulisan Pandan Yudhapramesti berjudul Citizen Journalism sebagai Media Pemberdayaan Warga, seseorang tanpa memandang latar belakang pendidikan dan keahlian, dapat merencanakan, menggali, mengola, dan merepresentasikan informasi, berupa tulisan, gambar, foto, tuturan (laporan tulisan), video, dll. Sedangkan menurut Septiawan Santana K., jurnalisme publik hadir sebagai sebuah gerakan penolakan perangkap advokasi dan pasar yang merangkakan media massa melalui tekanan politik dan bisnis. Target pencapaian jurnalisme publik yaitu untuk mencoba dan melaksanakan perbaikan kualitas dari kehidupan masyarakat, melalui pengembangan kegiatan jurnalisme yang mengajak partisipasi dan perdebatan publik.Tetapi, menurut Dandi Supriadi,dalam tulisannya yang berjudul Online Citizen Journalism : Memantapkan Posisi Warga dalam Demokrasi, di buku kumpulan artikel, Observasi Vol.5 No.1,2007, penggunaan citizen journalism dengan public journalism harus dipisahkan. Menurutnya, citizen journalism lebih bertujuan unjuk melibatkan warga secara langsung dalam produksi berita.

Lepas dari penggunaan istilah yang tepat atau tidak, lebih baik kita tetap menyebutnya dengan citizen journalism sebagai bentuk terobosan baru dunia jurnalisme. Karena globalisasi yang semakin berkembang dan meluas, kebutuhan masyarakat atas informasi terbaru pun juga semakin meningkat. Semakin banyak orang yang menyadari betapa pentingnya informasi dan pengetahuan untuk dapat menguasai dunia, mempertahankan hidup atau menggunakan informasi tersebut untuk dapat memperoleh tujuan hidup lainnya. Namun, media massa mainstream tidak bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan informasi yang sangat luas itu, sehingga dibutuhkan bantuan dari tenaga-tenaga nonjurnalis untuk turut memenuhinya. Citizen journalism akhirnya mendorong setiap orang untuk dapat menguasai informasi kemudian naik tingkat lebih tinggi menjadi penyedia informasi, bahkan menjadi pemilik perusahaan media massa. Usaha di bidang penyedia informasi kemudian berkembang menjadi alat pencari keuntungan.

Namun, hal ini tidak terjadi pada semua bentuk citizen journalism. Setiap orang yang mengetahui informasi di sekitarnya (audience) bisa sekaligus menjadi reporter dan mempublikasikan informasi melalui medium tertentu, tidak harus yang komersil. Seperti pengertian jurnalistik yang berasal dari kata diurna, catatan harian yang telah ditulis orang tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk citizen journalism dengan syarat dipublikasikan baik dalam daya sebar yang sempit maupun luas.
Bentuk-bentuk lain yang dapat kita kategorikan sebagai Citizen Journalism, antara lain : situs wiki, artikel yang sumbernya terdapat beberapa pengalaman warga, kolaborasi jurnalis profesional dengan nonjurnalis dalam laporan berita, blog, newsroom citizen transparancy blogs, situs citizen journalism yang berdiri sendiri, dan gabungan antara situs CJ dengan situs media massa profesional. Untuk koran misalnya, dengan adanya kolom opini atau surat pembaca yang bebas diisi oleh siapapun yang ingin menulis dan berbagi informasi serta pengetahuan. Untuk televisi, saat ini juga mulai banyak bermunculan program acara yang mengusung format talkshow dengan phone in langsung dari warga.

Media internet memang salah satu media yang terlihat sangat kuat menyiarkan bentuk citizen jurnalisme dibanding media lain. Situs-situs citizen journalism di internet terbukti bisa memberikan pengaruh yang luar biasa kepada kehidupan jurnalisme, terutama jurnalisme on-line. Penggunaan situs di internet tersebut selain sebagai sarana penyedia informasi tetapi juga berhasil menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga. Contohnya yaitu adanya mailing list, ruang komentar, atau bahkan ruang diskusi di situs-situs jejaring sosial. Hal ini sesuai sekali dengan elemen jurnalisme yang ke-6 menurut Bill Kovach dan Tom Rossentiel, dan menggambarkan juga pernyataan dari Glasser dan Craft yang dikutip oleh Santana (2007) : jurnalisme publik merupakan perpindahan shift dari jurnalisme informasi (journalism of information) ke jurnalisme percakapan (journalism of conversation).

Perkembangan suatu hal pasti diiringi dengan dampak negatif dan positif yang bisa menjadi kontroversi. Citizen journalism berkembang dengan kontroversi tentang kredibilitas dan profesionalitas jurnalistik. Karya warga yang dijadikan berita belum tentu semua bisa dijadikan sumber untuk mencari informasi alternatif, misalnya seperti blog. Blog, atau yang biasa digunakan oleh warga sebagai tempat pencurahan diri, catatan harian, atau sekaligus berbisnis perlu ditilik kembali jika akan dijadikan sumber berita, yaitu ditilik dari siapa pemilik dan penulisnya, serta dari sumber apa saja informasi dihimpun, sehingga untuk mengakses informasi dari situs-situs yang menyajikan citizen journalism, warga harus tetap melakukan seleksi, dan perlu juga adanya gatekeeper atau editor pada situs-situs tersebut. Sebaiknya editor tersebut memiliki ketrampilan juga di bidang jurnalistik. Hal inilah yang sempat meragukan blog sebagai salah satu media yang bisa masuk ke dalam media massa online atau tidak, karena kurang adanya pihak yang dapat bertanggungjawab pada kebenaran isi tulisan.

Di Indonesia, citizen journalism melalui internet juga belum bisa dikatakan tinggi karena jumlah blog yang berisi berita atau informasi untuk citizen journalism. Kurang terjangkaunya akses internet sampai ke pedalaman atau karena tingkat ekonomi yang kurang merata juga bisa menjadi penyebab kurangnya partisipasi warga dalam kegiatan citizen journalism.
Namun, karena citizen journalism adalah salah satu upaya pencerdasan warga agar berpikir kritis, maka seharusnya citizen journalism harus terus dikembangkan.

Seluruh masyarakat Indonesia seharusnya sudah mengenal kegiatan ini sebagai media massa alternatif yang lebih terbuka dan dekat dengan mereka. Apalagi saat ini media massa konvensional atau mainstream sepertinya telah condong komersil dan isinya setipe satu sama lain, sehingga citizen journalism bisa menjadi media penyegaran.Tetapi, citizen journalism sebagai media massa yang tidak biasa , harus tetap mendapat pengawasan atau kerjasama dengan jurnalis media massa resmi. Jurnalis dengan warga harus dapat menjalin hubungan yang baik agar sama-sama dapat menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat.(PA)

Putri Adityowati (210110080043)

No comments:

Post a Comment